Sanksi bagi UMKM yang melanggar Jaminan Produk Halal (JPH)

Sanksi bagi UMKM yang melanggar Jaminan Produk Halal (JPH)

Pelaksanaan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia tidak hanya berlaku bagi perusahaan besar, tetapi juga bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan adanya kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan, seluruh pelaku usaha, termasuk UMKM, harus mematuhi peraturan ini. Pelanggaran terhadap aturan JPH oleh UMKM dapat dikenakan berbagai sanksi yang telah diatur dalam perundang-undangan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021, pelanggaran oleh pelaku usaha, termasuk UMKM, dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi ini diberikan jika pelaku usaha tidak memenuhi ketentuan terkait sertifikasi halal atau melanggar aturan dalam proses produksi, pengolahan, penyimpanan, atau distribusi produk halal. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, denda, pencabutan sertifikat halal, hingga penarikan produk dari peredaran.

Sanksi peringatan tertulis diberikan sebagai langkah awal bagi UMKM yang terbukti melanggar aturan JPH. Tujuan dari peringatan ini adalah memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaksesuaian dalam waktu yang ditentukan. Jika pelaku usaha tetap tidak memperbaiki pelanggaran, sanksi administratif berikutnya dapat dijatuhkan.

Sanksi denda administratif dikenakan jika pelanggaran dianggap lebih serius atau jika pelaku usaha tidak mematuhi peringatan tertulis yang diberikan. Denda ini dapat mencapai Rp2 miliar, tergantung pada tingkat pelanggaran. Besaran denda ditetapkan oleh BPJPH berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim penanganan aduan masyarakat dan investigasi dugaan pelanggaran JPH.

Selain denda, pelanggaran berat juga bisa berujung pada pencabutan sertifikat halal. Pencabutan ini berarti produk yang sebelumnya disertifikasi halal tidak lagi diakui sebagai produk halal, dan pelaku usaha tidak diperbolehkan mencantumkan label halal pada produknya. Pencabutan sertifikat ini merupakan salah satu sanksi yang paling berat, karena dapat menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.

Penarikan produk dari peredaran juga menjadi salah satu sanksi yang dapat dikenakan kepada UMKM. Jika produk yang beredar di pasaran terbukti melanggar ketentuan JPH, produk tersebut harus ditarik dari pasar. Penarikan ini tidak hanya merugikan pelaku usaha dari segi ekonomi, tetapi juga merusak reputasi usaha di mata konsumen.

Meski UMKM diberikan kelonggaran dalam proses sertifikasi halal, misalnya dalam hal biaya, tetap ada tanggung jawab untuk mematuhi aturan yang berlaku. Oleh karena itu, penting bagi UMKM untuk memahami dan menerapkan sistem JPH dengan benar. Selain menghindari sanksi, kepatuhan terhadap JPH juga dapat meningkatkan daya saing produk UMKM di pasar, terutama di segmen konsumen Muslim.

Dengan adanya sanksi yang tegas, BPJPH berupaya untuk menjaga kehalalan produk yang beredar di Indonesia. Bagi UMKM, memahami aturan dan sanksi dalam JPH sangat penting agar usaha mereka tetap berkelanjutan dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Kewajiban sertifikasi halal bukan hanya sekadar formalitas, tetapi merupakan bentuk komitmen dalam menjaga kualitas dan kehalalan produk.